Rabu, 24 Oktober 2018

BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH (BIAS)

 Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang duduk



BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) : Anak Terlindung dari Penyakit Campak, Difteri dan Tetanus

Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi anak-anak usia sekolah dasar terhadap penyakit campak, difteri dan tetanus. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan bagi masyarakat melalui pembangunan kesehatan dengan perencanaan terpadu. Pembangunan kesehatan di Indonesia memiliki beban ganda (double burden), dimana penyakit menular masih masalah karena tidak mengenal batas wilayah administrasi sehingga tidaklah mudah untuk memberantasnya. Dengan tersedianya vaksin mampu mencegah penyakit menular sebagai salah satu tindakan pencegahan yang efektif dan efisien. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B.
Mengapa pemerintah menyelenggarakan BIAS?
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini sejalan dengan rekomendasi dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada usia anak sekolah dan remaja. Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Kapan BIAS dilaksanakan?
Setiap tahun BIAS dilaksanakan pada bulan Agustus untuk Campak dan pada bulan November untuk DT (kelas I) dan Td (kelas II dan III). Pelayanan imunisasi di sekolah dikoordinir oleh tim pembina UKS. Peran guru menjadi sangat strategis dalam memotivasi murid dan orangtuanya. Ketidak hadiran murid pada saat pelayanan imunisasi akan merugikan murid itu sendiri dan lingkungannya karena peluang untuk memperoleh kekebalan melalui imunisasi tidak dimanfaatkan. Pemberian imunisasi pada anak sekolah bertujuan sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif, meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pelaksanaan BIAS merupakan keterpaduan lintas program dan lintas sektor terkait sebagai salah satu upaya mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Diselenggarakan melalui wadah yang sudah ada yaitu Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (TP UKS), dimana imunisasi merupakan salah satu komponen kegiatan UKS. Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai penularan PD3I. Dengan berbagai kemajuan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi menjadi semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberikan langkah nyata bagi kesejahteraan anak, ibu, serta masyarakat secara umum.

Minggu, 14 Oktober 2018

STANDAR PELAYANAN




Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik maka seluruh Penyelenggara pelayanan publik diwajibkan untuk menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan. Hal ini dikuatkan dengan disahkannya Peraturan Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan sebagai peraturan pelaksana dari UU Nomor 25 Tahun 2009.
Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Dalam menyusun Standar Pelayanan perlu memperhatikan prinsip :
  1. Sederhana. Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun Penyelenggara.
  2. Konsistensi. Dalam penyusunan dan penerapan standar pelayanan harus memperhatikan ketetapan dalam mentaati waktu, prosedur, persyaratan, dan penetapan biaya pelayanan yang terjangkau.
  3. Partisipatif. Penyusunan Standar pelayanan dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan.
  4. Akuntabel. Hal-hal yang diatur dalam standar pelayanan harus dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan secara konsisten kepada pihak yang berkepentingan.
  5. Berkesinambungan. Standar pelayanan harus dapat berlaku sesuai perkembangan kebijakan dan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan.
  6. Transparansi. harus dapat dengan mudah diakses dan diketahui oleh seluruh masyarakat.
  7. Keadilan. Standar pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.
Standar Pelayanan dari sebuah unit pelayanan publik harus mencantumkan komponen-komponen dasar dalam pelayanan, yaitu :
  1. Dasar Hukum, adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.
  2. Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
  3. Sistem, mekanisme, dan prosedur, adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
  4. Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
  5. Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
  6. Produk pelayanan, adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
  8. Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman.
  9. Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.
  10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
  11. Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas
    yang melaksanakan tugas sesuai pembagian dan uraian tugasnya.
  12. Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan Standar pelayanan
  13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
  14. Evaluasi kinerja pelaksana, adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Dalam pelaksanaannya Standar Pelayanan menjadi sebuah acuan bagi para pelaksana pelayanan publik sebagai standar dalam melaksanakan pelayanan. Selain itu standar pelayanan yang telah disusun dan ditetapkan oleh unit pelayanan publik harus dipublikasikan kepada masyarakat, baik melalui media cetak maupun media elektronik sehingga semua masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan mempunyai gambaran jelas mengenai bagaimana keadaan pelayanan di tempat tersebut, tentang mekanisme, prosedur, waktu pelayanan, biaya, dan berbagai hal lain yang disediakan oleh unit pelayanan publik. Dengan dipublikasikannya standar pelayanan, masyarakat bisa mengetahui baik buruknya pelayanan yang diberikan, dan apabila pelayanan tidak sesuai dengan Standar Pelayanan yang dipublikasikan, masyarakat berhak untuk protes atau melaporkan unit pelayanan publik yang bersangkutan, baik kepada unit pengawasan maupun melalui layanan pengaduan yang disediakan unit tersebut.
Sebelum mempublikasikan Standar Pelayanan, Penyelenggara pelayanan publik juga diwajibkan untuk menyusun Maklumat Pelayanan. Maklumat Pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam Standar Pelayanan. Dengan adanya Maklumat Pelayanan ini berarti unit penyelenggara pelayanan publik membuat janji untuk menepati segala apa yang ada dalam Standar Pelayanan. Dan ini memberikan kekuatan hukum bagi masyarakat apabila unit pelayanan publik tidak memberikan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan yang ada.
Dalam pelaksanaannya, kadang-kadang terdapat kekeliruan dalam penyebutan beberapa istilah, yaitu antara Standar Pelayanan (SP), Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Standar Pelayanan merupakan suatu pernyataan mengenai kewajiban dan janji yang bisa diberikan oleh unit pelayanan publik kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Penjelasan mengenai SPM lebih lanjut bisa dilihat dalam artikel Standar Pelayanan Minimal sebagai Acuan Pelayanan Publik kepada Masyarakat. Istilah SPM mengacu pada Standar Pelayanan paling minimal yang mampu diberikan daerah kepada masyarakat dalam pelayanan yang bersangkutan dengan urusan wajib daerah. Jadi SPM mencakup seluruh urusan wajib pemerintah daerah, bukan hanya dalam suatu unit pelayanan saja. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Keterangan lebih lengkap mengenai SOP dapat dibaca pada artikel Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-AP). SOP merupakan urut-urutan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam administasi perkantoran. Seluruh SKPD Pemerintah harus memiliki SOP tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dan unit pelayanan publik pun akan memiliki SOP-nya sendiri yang harus dikerjakan dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan. Dari beberapa penjelasan tersebut sudah terlihat bahwa istilah SP, SPM dan SOP memiliki makna dan arti masing-masing, akan tetapi kesamaan mengenai “standar” kadang-kadang membingungkan dalam penyebutan istilah.
Dengan adanya Standar Pelayanan, SPM dan SOP yang telah disusun oleh seluruh lini Pemerintahan, diharapkan seluruh urusan ketatalaksanaan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terus ditingkatkan dengan lebih baik sehingga citra pemerintah akan semakin bagus dan masyarakat akan semakin sejahtera.