Data Global Nutrition Report 2016 mencatat jumlah balita stunting sebanyak 36,4 persen dari seluruh balita di Indonesia. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis, proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan normal untuk anak-anak seusianya.
Kondisi stunting sudah tidak bisa ditangani lagi bila anak memasuki usia dua tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, ibu perlu mengonsumsi asupan gizi yang layak, terutama selama masa kehamilan hingga anak lahir dan berusia 18 bulan. Pada dasarnya, kelangsungan hidup dan kesehatan anak tidak dapat dipisahkan dari kesehatan Sang Ibu sendiri.
Bayi Lahir Stunting, Faktor Penyebab dan Risiko - Alodokter

Penyebab Anak Mengalami Stunting

Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk pada ibu, praktik pemberian dan kualitas makanan yang buruk, sering mengalami infeksi serta tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Gizi ibu dan praktik pemberian makan yang buruk

Stunting dapat terjadi bila calon ibu mengalami anemia dan kekurangan gizi. Wanita yang kekurangan berat badan atau anemia selama masa kehamilan lebih mungkin memiliki anak stunting, bahkan berisiko menjadi kondisi stunting yang akan terjadi secara turun-temurun.
Kondisi tersebut bisa diperburuk lagi bila asupan gizi untuk bayi kurang memadai, misalnya bayi diberikan air putih atau teh sebelum berusia enam bulan, karena pada usia ini bayi seharusnya diberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif maupun susu formula sebagai penggantinya. Tidak hanya itu, gizi buruk yang dialami ibu selama menyusui juga dapat mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi terhambat.

Sanitasi yang buruk

Stunting juga bisa terjadi pada anak-anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Sanitasi yang buruk berkaitan dengan terjadinya penyakit diare dan infeksi cacing usus (cacingan) secara berulang-ulang pada anak. Kedua penyakit tersebut telah terbukti ikut berperan menyebabkan anak kerdil.
Tingginya kontaminasi bakteri dari tinja ke makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare dan cacingan yang kemudian berdampak kepada tingkatan gizi anak. Kontaminasi bakteri-bakteri tersebut juga dapat terjadi melalui peralatan dapur maupun peralatan rumah tangga lainnya yang tidak dicuci bersih maupun tidak mencuci tangan hingga bersih sebelum makan. Alhasil, bakteri bisa masuk melalui mulut. Praktik hidup seperti itu kemudian dapat mengurangi nafsu makan anak, menghambat proses penyerapan nutrisi di dalam tubuh anak, serta meningkatkan risiko kehilangan nutrisi.

Penyebab lain

Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin (Fetus Alcohol Syndrome/FAS) juga dapat mengalami stunting. FAS merupakan pola cacat yang dapat terjadi pada janin karena Sang Ibu mengonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol saat sedang hamil. Anak dengan FAS memiliki sekelompok rangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari anak normal, pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.

Bagaimana dengan Risiko Kesehatan pada Anak Stunting?

Berikut adalah beberapa risiko kesehatan pada anak stunting.
  • Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensi berbahaya untuk jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dan kapasitas untuk belajar, buruknya prestasi sekolah di masa kecil, dan mengalami kesulitan mendapat pekerjaan ketika dewasa yang akhirnya mengurangi pendapatan, serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.
  • Memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian dini.
  • Kekerdilan dapat menurun pada generasi berikutnya, disebut siklus kekurangan gizi antargenerasi.
  • Ketika dewasa, seorang wanita stunting memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi selama persalinan karena panggul mereka lebih kecil, dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Untuk mencegah stunting, lakukan beberapa langkah berikut.
  • Seorang ibu harus mengonsumsi nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dan nutrisi yang dibutuhkan selama menyusui.
  • Memberikan nutrisi yang baik kepada Si Buah Hati, seperti memberikan ASI eksklusif dan nutrisi penting lainnya seiring pertambahan usia.
  • Menerapkan pola hidup bersih dan sehat, terutama mencuci tangan sebelum makan, meminum air yang aman, mencuci peralatan makan dan peralatan dapur, membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil, serta memiliki sanitasi yang ideal (toilet yang bersih).
Menjaga asupan nutrisi yang ideal dan bervariatif ditambah dengan perilaku hidup bersih dan sehat memegang peranan yang krusial bagi kesehatan ibu hamil, terutama bagi janin. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekerdilan demi kelangsungan hidup anak dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang yang sehat, serta untuk memastikan anak tumbuh menjadi orang dewasa yang kuat, terdidik, dan produktif. 
Sumber: alodokter